Dari enam kasus tersebut, lima diantaranya telah diselesaikan dan nelayannya telah dipulangkan, mereka berasal dari Sulawesi dan Nusa Tenggara," ujar Konsulat RI di Darwin, Bagus Hendraning Kobarsih kepada ANTARA yang dihubungi dari Jayapura, pada hari Kamis. Satu kasus masih menunggu kelengkapan dokumen untuk diterbitkan surat perjalanan laksana paspor (SPLP) dari Konsulat di Darwin setelah menerima dokumen yang dibutuhkan dari Pemda Merauke. Bagus menjelaskan, Otoritas Australia menangkap dua kapal nelayan berisi 15 ABK asal Merauke pada tanggal 18 dan 21 Juni saat mereka sedang menangkap ikan di Perairan Arafura. Saat ini, mereka sedang dikarantina di salah satu hotel di Darwin sambil menunggu proses pemulangan mereka yang akan dilakukan setelah kelengkapan dokumen keimigrasian terpenuhi. Jika dokumen sudah lengkap, Australia akan segera mengembalikan mereka. Pemerintah Australia akan memberikan uang saku sebesar 50 dolar Australia kepada setiap nelayan saat mereka dipulangkan. Menurut Konsulat RI di Darwin, Bagus Hendraning Kobarsih, para nelayan tersebut tidak ditahan sehingga mereka bebas berinteraksi, meskipun telepon seluler mereka masih disita oleh petugas dan dikembalikan sebelum mereka dipulangkan. Kepala Badan Pengelola Perbatasan Kabupaten Merauke, Rekianus Samkakai, mengakui bahwa Otoritas Australia Border Force menangkap dua kapal nelayan asal Merauke, Papua Selatan. Kapal motor nelayan (KMN) Nurlela dengan delapan orang nelayan ditangkap pada Selasa (18/6), sedangkan KMN Putra Iksan ditangkap pada Jumat (21/6) dengan membawa tujuh nelayan. Penangkapan tersebut terjadi saat kedua kapal sedang melakukan penangkapan ikan di perairan Arafura. Di Darwin, Australia, ada 15 nelayan yang ditahan. Delapan di antaranya adalah ABK KMN Nurlela, terdiri dari Hendra Seputra, Andreas, Nelson Djutay, Demitrius Mangar, Muhamad Wahyudin, Kores Lefuray, dan Wifner Warkey. Sementara tujuh lainnya adalah ABK KMN Putera Iksan, yaitu Ahmad, Rudi, Janneng, Nangda, Jemnisi, Herman, dan Suristo, menurut Rekianus Samkakai.