Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menginformasikan bahwa Presiden Prabowo Subianto saat ini sedang menyelesaikan keputusan presiden yang berkaitan dengan tunjangan hari raya (THR) Idul Fitri untuk tahun 2025. “Beliau yang akan mengumumkannya,” ungkap Sri Mulyani saat menjawab pertanyaan dari wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, pada hari Jumat. Dalam kesempatan lain pada tanggal 6 Februari, Sri Mulyani memberikan sinyal bahwa gaji ke-13 dan gaji ke-14 (THR) untuk aparatur sipil negara akan tetap dicairkan meskipun ada penerapan kebijakan efisiensi dalam APBN. Ia menyatakan bahwa pemerintah telah mengalokasikan dana untuk THR, namun tidak merinci besaran yang akan diberikan. Meskipun demikian, ketika ditanya mengenai apakah besaran THR akan mencapai 100 persen, Sri Mulyani menjawab: “Segera, Insyaallah.” Pencairan Tunjangan Hari Raya (THR) umumnya dilakukan beberapa hari sebelum perayaan Idul Fitri, yang diperkirakan akan jatuh pada tanggal 31 Maret 2025. Untuk sektor swasta, pencairan THR biasanya diatur agar dilakukan paling lambat tujuh hari sebelum hari raya. Ketentuan mengenai THR di Indonesia diatur dalam Pasal 6 Ayat (6) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang-undang ini mewajibkan setiap pengusaha atau perusahaan untuk membayarkan THR kepada seluruh karyawan sebagai hak yang harus dipenuhi. Perusahaan yang tidak memenuhi kewajiban ini akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tujuan dari langkah ini adalah untuk menjamin kesejahteraan pekerja serta mendorong kepatuhan pengusaha terhadap peraturan ketenagakerjaan. Pekerja yang berhak menerima THR meliputi ASN, calon pegawai negeri sipil (CASN), pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK), prajurit TNI, anggota Polri, dan pejabat negara. Selain itu, para pensiunan dan penerima tunjangan PNS juga berhak mendapatkan THR sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Selain itu, karyawan swasta yang telah bekerja secara terus-menerus minimal selama 1 bulan berhak untuk menerima Tunjangan Hari Raya (THR). Hal ini berlaku bagi mereka yang memiliki perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT), perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), maupun pekerja harian lepas. Pekerja atau buruh swasta yang telah bekerja selama 12 bulan secara terus-menerus berhak mendapatkan THR sebesar satu bulan gaji. Sementara itu, pekerja dengan masa kerja kurang dari 12 bulan akan menerima THR secara proporsional sesuai dengan lamanya mereka bekerja. Perusahaan yang terlambat atau tidak memenuhi kewajiban pembayaran THR akan dikenakan sanksi berupa denda sebesar 5 persen dari total THR yang harus dibayarkan, yang dihitung sejak berakhirnya batas waktu kewajiban pembayaran, yaitu H-7 sebelum hari raya keagamaan. Selain itu, perusahaan yang sama sekali tidak membayar THR akan dikenakan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 79 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 mengenai Pengupahan. Sanksi administratif tersebut dapat berupa teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi, serta pembekuan kegiatan usaha.