Foto: ANTARA/HO-Dokumen Pribadi

Para Pakar Berpendapat Bahwa Memperkuat Sosialisasi Pemilu Dapat Membantu Mengurangi Rasa Jenuh Yang Dialami Oleh Pemilih

Selasa, 03 Des 2024

Pakar ilmu politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad), Caroline Paskarina, berpendapat bahwa peningkatan sosialisasi pemilihan umum (pemilu) dapat mengurangi kejenuhan di kalangan pemilih.

“Di masa mendatang, sangat penting untuk memperkuat sosialisasi pemilihan dengan menggunakan metode yang relevan bagi pemilih, khususnya pemilih muda, yaitu generasi Z, yang merupakan kelompok pemilih terbesar,” ungkap Caroline saat dihubungi ANTARA dari Jakarta pada hari Selasa, menanggapi penurunan partisipasi pemilih dalam Pilkada 2024 dibandingkan dengan Pemilu 2024.

Menurut pendapatnya, peningkatan sosialisasi dapat memotivasi pemilih untuk menggunakan hak pilih mereka dalam pemilihan kepala daerah, karena mereka akan lebih memahami bahwa pasangan calon memiliki program yang sesuai dengan aspirasi mereka.

Dia juga menekankan pentingnya sosialisasi mengenai ketentuan pindah memilih bagi warga pendatang, yang diperlukan untuk meningkatkan partisipasi pemilih dalam pemilihan mendatang.

“Dengan demikian, mereka tetap dapat memberikan suara di tempat tinggal mereka saat ini, karena partisipasi dapat menurun jika pemilih tidak mengetahui bahwa mereka dapat pindah memilih jika tidak dapat kembali ke daerah asal,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa sosialisasi dan pendidikan politik yang berkelanjutan dapat memperkuat kesadaran pemilih untuk berpartisipasi dalam menggunakan hak pilih mereka.

“Jangkauan pemberitaan media mengenai pilkada sering kali belum merata, sehingga perlu ada dorongan untuk meningkatkan peran media lokal dalam sosialisasi pilkada,” ujarnya.

Dia juga menyatakan bahwa media perlu memberitakan kinerja kepala daerah terpilih setelah pilkada sebagai bagian dari pendidikan politik, agar pemilih dapat memahami konsekuensi dari keputusan untuk berpartisipasi atau tidak dalam pemilihan.

“Diharapkan hal ini dapat meningkatkan tingkat partisipasi dalam lima tahun ke depan, sekaligus mengurangi kejenuhan pemilih yang merasa partisipasi mereka tidak berhubungan dengan kebijakan dan kinerja pembangunan,” tuturnya.

Oleh karena itu, ia berpendapat bahwa jeda waktu antara Pemilu dan Pilkada tidak terlalu berpengaruh terhadap tingkat partisipasi jika dibandingkan dengan penguatan sosialisasi.

Namun, jika sosialisasi tidak memadai dan figur-figur calon kepala daerah serta program-program yang mereka tawarkan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, maka pemilih cenderung enggan untuk memberikan suara, ungkapnya.

Sebelumnya, Anggota KPU RI August Mellaz di Jakarta, Jumat (29/11) menyatakan bahwa partisipasi pemilih pada Pilkada 2024 diperkirakan di bawah 70 persen. Meskipun demikian, ia menambahkan bahwa angka tersebut masih dapat dianggap normal.

Sementara itu, Anggota KPU RI Idham Holik di Jakarta, Sabtu (23/11) menyampaikan bahwa lembaganya menargetkan tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada 2024 mencapai 82 persen.

Pada Rabu (5/6), KPU RI melaporkan bahwa 81,78 persen pemilih telah menggunakan hak pilih mereka pada Pilpres 2024, diikuti oleh 81,42 persen untuk Pemilu Anggota DPR RI, dan 81,36 persen untuk Pemilu Anggota DPD RI.


Tag:



Berikan komentar
Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.

Komentar