Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengungkapkan bahwa ia akan terlebih dahulu melaporkan usulan revisi beberapa undang-undang politik melalui Omnibus Law kepada Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto sebelum mengambil langkah selanjutnya. "Kami di Kemendagri menghargai gagasan dari rekan-rekan di DPR untuk merevisi sejumlah undang-undang yang berhubungan dengan sistem politik," ungkap Tito kepada wartawan setelah Rapat Kerja dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada hari Kamis. "Namun, sebagai perwakilan pemerintah, saya selaku Mendagri memiliki prosedur yang harus diikuti. Saya perlu melaporkan kepada Bapak Presiden, dan biasanya saya akan mengadakan rapat dengan kementerian atau lembaga terkait," tambahnya. Dia menyatakan bahwa pihaknya masih melakukan kajian untuk menentukan apakah revisi terhadap sejumlah undang-undang politik tersebut perlu dilakukan secara terintegrasi melalui Omnibus Law atau hanya sebagai revisi terbatas untuk masing-masing undang-undang. "Apakah revisi itu diperlukan atau tidak, dan jika diperlukan, bagian mana yang harus direvisi. Hasil kajian ini nantinya akan disampaikan oleh pemerintah kepada DPR dalam rapat selanjutnya," ungkap Tito. Sebelumnya, pada Rabu (30/10), Badan Legislasi (Baleg) DPR memberikan kesempatan untuk merevisi paket delapan undang-undang politik melalui metode gabungan Omnibus Law. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua Baleg DPR, Ahmad Doli Kurnia, setelah mengadakan rapat dengar pendapat umum dengan beberapa organisasi pemantau pemilu. Doli menyatakan bahwa pelaksanaan Pemilu 2024 perlu dievaluasi karena berbagai permasalahan yang ada. "Oleh karena itu, saya mengusulkan agar kita mulai mempertimbangkan untuk menyusun undang-undang politik dengan pendekatan Omnibus Law. Semua hal ini saling berkaitan," ungkap Doli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada hari Rabu. Rincian dari delapan undang-undang yang akan direvisi dengan metode Omnibus Law mencakup UU Pemilu, UU Pilkada, UU Partai Politik, UU MD3, UU Pemerintah Daerah, UU DPRD, UU Pemerintah Desa, dan UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah. Menurutnya, dalam rapat tersebut terdapat kesepakatan untuk mengintegrasikan UU Pemilu dan UU Pilkada. Usulan untuk menggabungkan UU Pemilu dan UU Pilkada juga disampaikan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang turut hadir dalam rapat. Saat ini, UU Pemilu diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2017, sedangkan UU Pilkada diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 2016. Di sisi lain, Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati, menjelaskan bahwa secara substansial tidak ada perbedaan antara pilkada dan pemilu, karena keduanya diselenggarakan oleh KPU. "Untuk itu, kami mendorong agar Undang-Undang Pemilu dan Pilkada dapat disatukan dalam satu naskah atau kodifikasi Undang-Undang Pemilu dan Pilkada," tuturnya.